Kamis, 20 September 2018

Perkembangan Demokrasi Terpimpin

Perkembangan Ekonomi Masa Demokrasi Terpimpin



Sejak diberlakukannya kembali UUD 1945, dimulailah pelaksanaan ekonomi terpimpin, sebagai awal berlakunya herorderingekonomi. Dimana alat-alat produksi dan distribusi yang vital harus dimiliki dan dikuasai oleh negara atau minimal di bawah pengawasan negara. Dengan demikian peranan pemerintah dalam kebijakan dan kehidupan ekonomi nasional makin menonjol. Pengaturan ekonomi berjalan dengan sistem komando. Sikap dan kemandirian ekonomi (berdikari) menjadi dasar bagi kebijakan ekonomi. Masalah pemilikan aset nasional oleh negara dan fungsi-fungsi politiknya ditempatkan sebagai masalah strategis nasional.
Kondisi ekonomi dan keuangan yang ditinggalkan dari masa demokrasi liberal berusaha diperbaiki oleh Presiden Soekarno. Beberapa langkah yang dilakukannya antara lain membentuk Dewan Perancang Nasional (Depernas) dan melakukan sanering mata uang kertas yang nilai nominalnya Rp500 dan Rp1000 masing-masing nilainya diturunkan menjadi 10% saja.Depernas disusun di bawah Kabinet Karya pada tanggal 15 Agustus 1959 yang dipimpin oleh Mohammad Yamin dengan beranggotakan 80 orang. Tugas dewan ini menyusun overall planningyang meliputi bidang ekonomi, kultural dan mental. Pada tanggal 17 Agustus 1959 Presiden Soekarno memberikan pedoman kerja bagi Depernas yang tugas utamanya memberikan isi kepada proklamasi melalui grand strategy,yaitu perencanaan overalldan hubungan pembangunan dengan demokrasi terpimpin dan ekonomi terpimpin.
Depernas kemudian menyusun program kerjanya berupa pola pembangunan nasional yang disebut sebagai Pola Pembangunan Semesta Berencana dengan mempertimbangkan faktor pembiayaan dan waktu pelaksanaan pembangunan. Perencanaan ini meliputi perencanaan segala segi pembangunan jasmaniah, rohaniah, teknik, mental, etis dan spiritual berdasarkan norma-norma dan nilai-nilai yang tersimpul dalam alam adil dan makmur. Pola Pembangunan Semesta dan Berencana terdiri atas Blueprint tripola, yang meliputi pola proyek pembangunan, pola penjelasan pembangunan dan pola pembiayaan pembangunan.
Pola Proyek Pembangunan Nasional Semesta Berencana tahap pertama dibuat untuk tahun 1961-1969, proyek ini disingkat dengan Penasbede. Penasbede ini kemudian disetujui oleh MPRS melalui Tap MPRS No. I/MPRS/1960 tanggal 26 Juli 1960 dan diresmikan pelaksanaanya oleh Presiden Soekarno pada tanggal 1 Januari 1961.
Depernas pada tahun 1963 diganti dengan Badan Perancangan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dipimpin langsung oleh Presiden Soekarno sendiri. Tugas Bappenas ialah menyusun rancangan pembangunan jangka panjang dan jangka pendek, baik nasional maupun daerah, serta mengawasi laporan pelaksanaan pembangunan, dan menyiapkan dan menilai Mandataris untuk MPRS.
Kebijakan sanering yang dilakukan pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 2/1959 yang berlaku tanggal 25 Agustus 1959 pukul 06.00 pagi. Peraturan ini bertujuan mengurangi banyaknya uang yang beredar untuk kepentingan perbaikan keuangan dan perekonomian negara. Untuk mencapai tujuan itu uang kertas pecahan Rp500 dan Rp1000 yang ada dalam peredaran pada saat berlakunya peraturan itu diturunkan nilainya menjadi Rp50 dan Rp100. Kebijakan ini diikuti dengan kebijakan pembekuan sebagian simpanan pada bank-bank yang nilainya di atas Rp25.000 dengan tujuan untuk mengurangi jumlah uang yang beredar.
Kebijakan keuangan kemudian diakhiri dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 6/1959 yang isi pokoknya ialah ketentuan bahwa bagian uang lembaran Rp1000 dan Rp500 yang masih berlaku harus ditukar dengan uang kertas bank baru yang bernilai Rp100 dan Rp50 sebelum tanggal 1 Januari 1960.
Setelah keamanan nasional berhasil dipulihkan, kasus DI Jawa Barat dan pembebasan Irian Barat, pemerintah mulai memikirkan penderitaan rakyatnya dengan melakukan rehabilitasi ekonomi. Konsep rehabilitasi ekonomi disusun oleh tim yang dipimpin oleh Menteri Pertama Ir Djuanda dan hasilnya dikenal dengan sebutan Konsep Djuanda. Namun konsep ini mati sebelum lahir karena mendapat kritikan yang tajam dari PKI karena dianggap bekerja sama dengan negara revisionis, Amerika Serikat dan Yugoslavia.
Upaya perbaikan ekonomi lain yang dilakukan pemerintah adalah membentuk Panitia 13. Anggota panitia ini bukan hanya para ahli ekonomi, namun juga melibatkan para pimpinan partai politik, anggota Musyawarah Pembantu Pimpinan Revolusi (MPPR), pimpinan DPR, DPA. Panitia ini menghasilkan konsep yang kemudian disebut Deklarasi Ekonomi (Dekon) sebagai strategi dasar ekonomi Indonesia dalam rangka pelaksanaan Ekonomi Terpimpin.
Strategi Ekonomi Terpimpin dalam Dekon terdiri dari beberapa tahap;
Tahapan pertama, harus menciptakan suasana ekonomi yang bersifat nasional demokratis yang bersih dari sisa-sisa imperialisme dan kolonialisme. Tahapan ini merupakan persiapan menuju tahapan kedua yaitu tahap ekonomi sosialis. Beberapa peraturannya merupakan upaya mewujudkan stabilitas ekonomi nasional dengan menarik modal luar negeri serta merasionalkan ongkos produksi dan menghentikan subsidi.
Peraturan pelaksanaan Dekon tidak terlepas dari campur tangan politik yang memberi tafsir sendiri terhadap Dekon. PKI termasuk partai yang menolak melaksanakan Dekon, padahal Aidit terlibat di dalam penyusunannya, selama yang melaksanakannya bukan orang PKI. Empat belas peraturan pemerintah yang sudah ditetapkan dihantam habis-habisan oleh PKI. Djuanda dituduh PKI telah menyerah kepada kaum imperialis.Presiden Soekarno akhirnya menunda pelaksanaan peraturan pemerintah tersebut pada bulan September 1963 dengan alasan sedang berkonsentrasi pada konfrontasi dengan Malaysia.
Kondisi ekonomi semakin memburuk karena anggaran belanja negara setiap tahunnya terus meningkat tanpa diimbangi dengan pendapatan negara yang memadai. Salah satu penyebab membengkaknya anggaran belanja tersebut adalah pembangunan proyek-proyek mercusuar, yang lebih bersifat politis dari pada ekonomi, misalnya pembangunan Monumen Nasional (Monas), pertokoan Sarinah, dan kompleks olahraga Senayan yang dipersiapkan untuk Asian Games IV dan Games Of the New Emerging Forces (Ganefo).
Kondisi perekonomian yang sangat merosot mendorong pemerintah berusaha mendapatkan devisa kredit (kredit impor) jangka panjang yang harus dibayar kembali setelah satu atau dua tahun. Menteri Bank Sentral Yusuf Muda dalam memanfaatkan devisa kredit ini sebagai deferedpaymentkhusus untuk menghimpun dan menggunakan dana revolusi dengan cara melakukan pungutan terhadap perusahaan atau perseorangan yang memperoleh fasilitas kredit antara Rp250 juta sampai Rp 1 milyar. Perusahaan atau perseorangan itu harus membayar dengan valuta asing dalam jumlah yang sudah ditetapkan. Walaupun cadangan devisa menipis, Presiden Soekarno tetap pada pendiriannya untuk menghimpun dana revolusi, karena dana ini digunakan untuk membiayai proyek-proyek yang bersifat prestise politik atau mercusuar, dengan mengorbankan ekonomi dalam negeri.
Dampak dari kebijakan tersebut ekonomi semakin semrawut dan kenaikan barang mencapai 200-300% pada tahun 1965 sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan bahwa pecahan mata uang Rp1000 (uang lama) diganti dengan Rp1 (uang baru). Tindakan penggantian uang lama dengan uang baru diikuti dengan pengumuman kenaikan harga bahan bakar yang mengakibatkan reaksi penolakan masyarakat. Hal inilah yang kemudian menyebabkan mahasiswa dan masyarakat turun ke jalan menyuarakan aksi-aksi Tri Tuntutan Rakyat (Tritura).
KESIMPULAN

  1. Dinamika politik yang terjadi pada masa Demokrasi Terpimpin antara lain diwarnai dengan tampilnya dua kekuatan politik di Indonesia yang saling bersaing, yaitu PKI dengan Angkatan Darat.
  2. Pada masa Demokrasi Terpimpin pula, Indonesia melakukan operasi militer untuk membebaskan Papua dari penjajahan Belanda (Trikora). Selain itu, konfrontasi dengan Malaysia juga terjadi (Dwikora).
  3. Kebijakan ekonomi yang dilakukan pada masa ini antara lain berupa pembentukan Dewan Perancang Nasional dan Deklarasi Ekonomi, serta dilakukan Devaluasi Mata Uang. Proyek Mercusuar berupa pembangunan Monas, kompleks olahraga Senayan, Pemukiman Kebayoran juga berlangsung.

Kondisi Sosial Budaya Saat Demokrasi Terpimpin

Kondisi Sosial Budaya Saat Demokrasi Terpimpin

Larangan pedagang asing di luar ibukota daerah
Dalam bidang sosial, pada masa Demokrasi Terpimpin pernah terjadi konflik antar pedagang asing, terutama Cina. Pada 1 Januari 1960, para pedagang asing dilarang berdagang di pedesaan. Akibatnya, banyak di antara mereka yang dipindahkan ke kota. Atas kebijakan tersebut pemerintah di Beijing memberikan reaksi keras terhadap usaha tentara Indonesia melarang warga negara asing (etnis Cina) bergerak dalam bidang usaha eceran diluar kota-kota besar.

2. Kerusuhan di Jakarta
Pada masa Konfrontasi Indonesia-Malaysia, keadaan sosial Indonesia mulai kacau. Kedutaan besar Inggris dan 21 rumah stafnya dibakar habis di Jakarta. Sebagai balasan, kedutaan besar Indonesia di Malaysia juga mengalami kerusakan. Hal ini berujung pada pemutusan hubungan diplomatik dengan Malaysia dan Singapura.

Demokrasi Terpimpin

3. Konflik Lekra dengan Manikebu
Dalam bidang kebudayaan, juga terdapat konflik Lekra dan Manikebu. Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) kelompok pendukung ajaran Nasakom sementara Manikebu (Manifesto Kebudayaan) adalah sekelompok cendekiawan yang anti dengan ajaran tersebut. Kelompok Manikebu mendukung Pancasila, namun tidak mendukung ajaran Nasakom. Manikebu tidak ingin kebudayaan nasional didominasi ideologi tertentu. Manikebu kemudian dilarang oleh pemerintah RI karena dianggap menunjukkan sikap ragu-ragu terhadap revolusi. Tokoh-tokoh dalam Manikebu antara lain H.B. Jassin dan Taufiq Ismail.

4. Pelarangan musik dan tarian ala Barat
Squad, sekarang kamu tentu bisa dengar berbagai musik dan menarikan berbagai tarian dengan bebas, ‘kan? Berbeda dengan masa Demokrasi Terpimpin, segala aspek kehidupan masyarakat berada di bawah dominasi politik. Bahkan, kelompok seniman Koes Bersaudara (Koes Plus) juga pernah ditahan oleh pihak Kejaksaan karena dianggap memainkan musik yang kebarat-baratan. Melalui pidato-pidatonya, Presiden Soekarno mengecam kebudayaan Barat berupa musik “rock and roll”, dansa ala “cha-cha”, musik pop.
Hidup di masa sekarang tentunya berbeda dengan kehidupan Indonesia di masa demokrasi terpimpin, ya. Jika di masa sekarang kita bisa hidup bebas, di masa itu pemerintah hampir “memasuki” semua aspek kehidupan. 

Perkembangan Ekonomi Indonesia Masa Demokrasi Terpimpin

Perkembangan Ekonomi Indonesia Masa Demokrasi Terpimpin


Sebelumnya negara Indonesia tidak menggunakan sistem demokras terpimpin. Namun karena beberapa hal membuat bangsa Indonesia mengubah sistem demokrasinya menjadi demokrasi terpimpin. Dengan penggunaan demokrasi ini membuat sistem perekonomian Indonesia menjadi terpimpin. Maka dari itu perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin merupakan bagian dari sistem demokrasi yang digunakan. Demokrasi terpimpin ialah salah satu sistem demokrasi Indonesia yang keputusan maupun pemikirannya berasal dari seorang raja. Dibawah ini terdapat beberapa upaya untuk mengembangkan ekonomi Indonesia.

Pembentukan Badan Perencana Pembangunan Nasional
Upaya perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin yang pertama ialah membentuk badan perencana pembangunan nasional. Pada tanggal 15 Agustus 1959 didirikan Dewan Perancang Nasional atau Depernas untuk melakukan pembangunan ekonomi dengan kekuasaan Kabinet Karya. Depernas memiliki anggota sebanyak 50 orang dengan ketuanya ialah Moh. Yamin. Organisasi ini memiliki beberapa tugas seperti melakukan penilaian dalam menyelenggarakan pembangunan dan melakukan persiapan terencana mengenai rancangan UU pembangunan nasional.

Dalam perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin dapat mencapai Rancangan Dasar Undang Undang Pembangunan Nasional yang bersifat sementara berencana dalam kurun waktu satu tahun. Pada tahap ini berlangsung untuk tahun 1961 sampai 1969 melalui persetujuan MPRS dengan dikeluarkannya Tap MPRS No. 1/MPRS/1960 pada tanggal 26 Juli 1960. Kemudian pada tanggal 1 Januari 1961 mulai diresmikan oleh Presiden Soekarno. Dengan pembentukan organisasi ini membuat penyelesaian masalah menjadi lancar dalam hal pembangunan proyek industri maupun perencanaan prasarana. Depernas mengalami perubahan nama menjadi Badan Perancang Pembangunan Nasional atau Bappenas pada tahun 1963. Namun sekarang dipimin oleh Presiden Soekarno sendiri.

Pemotongan Nilai Uang
Upaya perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin selanjutnya ialah melaksanakan pemotongan nilai uang. Berdasarkan Perpu No. 2/1959 (diberlakukan tanggal 25 Agustus 1959) merupakan dasar pemerintah dalam melakukan kebijakan sanering. Sanering tersebut memiliki beberapa tugas seperti mengurangi jumlah uang yang telah beredar dalam masyarakat, melakukan peningkatan nilai rupiah dengan tujuan memakmurkan rakyat kecil, dan melakukan pembendungan dalam hal inflasi yang tinggi. Berdasarkan upaya ini, pihak pemerintah mengumumkan hasil pemotongan nilai uang yang berupa:

  1. Uang kertas pecahan yang memiliki nilai Rp 500 diubah menjadi Rp 50.
  2. Uang kertas pecahan yang memiliki nilai Rp 1000 diubah menjadi Rp 100.
  3. Membekukan seluruh simpanan bank yang berjumlah lebih dari Rp 25.000.
Baca juga : Ciri Ciri, Kelebihan dan Kelemahan Pemerintahan Presidensial
Upaya pemerintah ini tidak dapat mengubah perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin menjadi lebih baik. Bahkan upaya tersebut tidak bisa mengurangi nilai kemerosotan ekonomi yang terjadi. Hal tersebut dikarenakan tidak semua pengusaha di negara Indonesia mematuhi ketentuan itu. Walaupun nilai keuangan sudah diturunkan tetap saja rakyat tidak dapat membeli sembako bahkan harga murah sekalipun karena mereka tidak mempunyai uang. Kemiskinan tersebut disebabkan oleh :
  • Pengubahan kebijakan keuangan menjadi Perpu No. 6 Tahun 1959 dengan ketentuan nilai uang lembaran Rp 1000 maupun Rp 500 wajib untuk ditukarkan ke bank dengan nilai uang Rp 100 maupun Rp 50 sebelum tanggal 1 Januari 1960.
  • Pada tahun 1958 perusahaan dikuasai oleh Belanda dengan tidak disertai pengalaman dan manajemen tenaga kerja yang handal.
  • Kegiatan ekspor mengalami penurunan sehingga penghasilan negara juga berkurang. Hal ini disebabkan oleh gangguan keamanan dalam mengatasi pergolakan masing masing daerah.
  • Melakukan usaha pembebasan Irian Barat dengan biaya yang cukup banyak dalam menyelenggarakan Asian Games IV tahun 1962.

Konsep Djuanda
Upaya perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin selanjutnya ialah melaksanakan konsep djuanda. Pemerintah mulai memikirkan rakyat dengan melakukan usaha pembebasan Irian Barat dan penyelesaian kasus DI Jawa Barat dengan cara rehabilitasi ekonomi. Pemikiran tersebut mulai direalisasikan setelah keamanan nasional mulai membaik dan pulih kembali. Sebelumnya konsep ini diberi nama konsep rehabilitasi ekonomi yang diketuai oleh Menteri Pertama Ir Djuanda. Untuk hasil dari konsep tersebut diberi nama Konsep Djuanda. Sebelum terbitnya konsep ini terdapat beberapa kritikan tajam dari PKI sehingga membuat konsep tersebut mati. PKI menganggap konsep Djuanda terdapat kaitannya dengan pelibatan negara Amerika Serikat, Yugoslavia, dan negara revisionis.

Deklarasi Ekonomi
Upaya perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin selanjutnya ialah melaksanakan deklarasi ekonomi. Deklarasi ekonomi atau Dekon dibentuk pada tanggal 28 Maret 1963 yang bertempat di Jakarta, dengan maksud menghasilkan ekonomi nasional yang bebas imperialisme, memiliki sistem ekonomi yang bedikari dan memiliki sifat demokratis. Dalam deklarasi tersebut disampaikan oleh Presiden Soekarno. Dekon merupakan kondep dasar dalam melakukan pengembangan ekonomi terpimpin di Indonesia. Dekon tersebut memiliki beberapa konsep seperti berusaha untuk menghasilkan keadaan ekonomi nasional yang demokratis dan bersih dari sifat kolonialisme maupun imperialisme, selanjutnya diikuti dengan konsep ekonomi sosial. Didalamnya terdapat peraturan yang memiliki strategi mengambil modal dari luar negeri, memberhentikan subsidi dan merealisasikan ongkos produksi.
Peraturan peraturan Dekon tersebut memiliki maksud untuk melaksanakan perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin. Namun didalamnya terdapat campur tangan dari pihak politik. Organisasi ini ditolak oleh PKI walaupun Aidit telah terlibat dalam penyusunannya. PKI tidak segan segan menghantam empat belas peraturan yang terdapat dalam Dekon. Bahkan PKI juga menuduh Djuanda melakukan penyerahan diri terhadap pihak imperialis. Akhirnya peraturan tersebut sengaja ditunda oleh Presiden Soekarno sampai bulan September 1963. Penundaan tersebut disertai alasan untuk lebih berkonsentrasi dalam hal peyelesaian konfrontasi dengan pihak Malaysia.
Baca juga : Bentuk Bentuk Interaksi Sosial Berserta Penjelasannya
Kenaikan Laju Inflasi
Upaya perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin yang terakhir ialah melaksanakan kenaikan laju inflasi. Pendapatan negara yang tidak memadai disertai anggaran belanja negara yang meningkat membuat kondisi ekonomi menjadi lebih buruk. Namun Presiden Soekarno tetap berpendiri pada penghimpunan dana revolusi meskipun devisa memiliki cadangan yang menipis. Dana yang diterapkan oleh presiden berguna untuk biaya proyek mercusuar atau prestise politik dengan melakukan pengorbanan terhadap ekonomi dalam negeri. Peningkatan laju inflasi di dasari oleh :
  • Pemerosotan nilai mata uang rupiah.
  • Masalah masalah negara tidak dapat diatasi dengan pinjaman dari luar negeri.
  • Pemerosotan penghasilan devisa negara dan penghasilan lainnya.
  • Anggaran belanja negara semakin mengalami defisit besar.
  • Tidak terdapat pengaruh manajemen perusahaan serta penertiban administrasi untuk menyeimbangkan keuangan.
  • Gagalnya upaya menyalurkan kredit baru dalam menyejahterakan rakyat.
  • Tidak adanya keberhasilan dalam melakukan usaha likuidasi dalam pihak swasta dan pemerintahan sebagai usaha mengawasi dan menghemat anggaran belanja. 
Upaya perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin bahkan mengalami kegagalan akibat pemerintah melakukan pelaksanaan proyek mercusuar sehingga setiap tahun membutuhkan biaya yang cukup besar. Tidak hanya itu saja, pemerintah juga tidak memiliki kemampuan politik dalam menekan pengeluaran yang terjadi. Dengan begitu akan mengakibatkan dampak harga tinggi hampir mencapai 200 hingga 300% pada tahun 1965, masyarakat mengalami kehidupan yang terjepit, lemahnya devisa yang berakibat pada pembatasan impor dan kegiatan ekspor, laju inflasi tinggi, dan semakin habisnya cadangan emas serta devisa negara

Perkembangan Ekonomi Pada Masa Demokrasi Terpimpin

PERKEMBANGAN EKONOMI PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN



Dalam bidang ekonomi, Presiden Soekarno mempraktikkan sistem ekonomi terpimpin. Presiden secara langsung terjun dan mengatur perekonomian. Pemusatan kegiatan perekonomian pada satu tangan ini berakibat penurunan kegiatan perekonomian.
Dalam upaya meningkatkan aktivitas perekonomian Indonesia, pemerintah mengambil beberapa langkah yang dapat menunjang pembangunan ekonomi Indonesia. Lankah-langkah yang ditempuh pemerintah adalah sebagai berikut :

a) Devaluasi Mata Uang Rupiah

Sebagai langkah pertama dalam usaha perbaikan keadaan ekonomi, maka pada tanggal 24 Agustus 1959 pemerintah mendevaluasi mata uang Rp 1.000,00 dan Rp 500,00 menjadi Rp 100,00 dn Rp 50,00. Mata uang pecahan seratus kebawah tidak didavaluasi. Tujuan devaluasi ini adalah untuk meningkatkan nilai rupiah dan rakyat kecil tidak dirugikan. Pemerintah juga melakukan pembekuan terhadap semua simpanan di bank-bank yang melebihi jumlah Rp 25.000,00. Namun demikian, tindakan pemerintah itu tidak dapat mengatasi kemunduran ekonomi sehingga gambaran ekonomi tetap suram.

b) Menekan Laju Inflasi

Dalam upaya membendung inflasi, dikeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 tahun 1959yang mulai berlaku sejak tanggal 25 Agustus 1959. Peraturan itu dimaksudkan untuk mengurangi banyaknya uang yang beredar agae dapat memperbaiki kondisi keuangan dan perekonomian negara.
Penghasilan negara berupa devisa dan penghasilan lain yang merupakan sumber-sumber penting penerimaan negara mengalami kemosrotan . hal ini berpengaruh terhadap merosotnya nilai mata uang rupiah. Akibatnya, pemerintah melakukan likuiditas terhadap semua sektor, baik sektor pemerintah maupun sektor swasta. Keadaan ini merupakan kesempatan yang baik untuk menertibkan setiap kegiatan pemerintah dan swasta yang sebelumnya tidak dapat dikendalikan.
Sementara itu, sejak tahun 1961 Indonesia secara terus-menerus membiayai kekurangan neraca pembayarannya dari cadangan emas dan devisa. Pada akhir tahun 1965, untuk pertama kalinya dalam sejarah keuangan, Indonesia sudah habis membelanjakan cadangan emas dan devisa, serta memperlihatkan saldo negatif sebesar 3 juta dollar AS. Walaupun demikian, aktivitas perekonomian masyarakat Indonesia tidak diatur lagi oleh bangsa asing melainkan telah diatur oleh bangsa Indonesia sendiri.
c) Melaksanakan Pembangunan Nasional

Untuk melaksanakan pembangunan nasional, diperlukan modal dan tenaga ahli. Sementara Indonesia tidak memiliki cukup modal dan tenaga ahli. Karena konfrontasi dengan Malaysia dan memasuhi negara-negara Barat (Eropa Barat), maka bantuan modal dan tenaga dari luar negeri sangat sulit diperoleh. Dengan demikian, pembangunan yang direncanakan tidak dapat dilaksanakan dengan mulus sehingga belum dapat menaikkan taraf hidup rakyat.
Pada tanggal 28 Maret 1963, Presiden Soekarno menyampaikan Deklarasi Ekonomi (Dekon) di Jakarta. Dekon merupakan strategi dasar dalam ekonomi terpimpin. Tujuan utama Deklarasi Ekonomi itu adalahuntuk menciptakan ekonomi nasioanal yang bersifat demokratis dan bebas dari imprealisme untuk mencapai kemajuan ekonomi. Mengingat tidak mudahnya untuk mendapatkan bantuan luar negeri, maka pemerintah Indonesia menyatakan bahwa ekonomi Indonesia berpegang pada sistem ekonomi berdikari (berdiri di atas kaki sendiri).
Dekon itu kemudian disusul dengan 14 peraturan pelaksanaan pada tanggal 26 Mei 1963 yang lebih dikenal dengan Peraturan-peraturan 26 Mei . Deklarasi Ekonomi beserta peraturan-peraturan pelaksanaannya ternyata tidak berhasil mengatasi kemerosotan ekonomi bahkan memperberat beban hidup rakyat karena indeks biaya hidup semakin meningkat, harga barang kebutuhan naik, dan juga laju inflasi sangat tinggi.

Kegagalan itu disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut :
• masalah ekonomi tidak diatasi berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi, tetapi diatasi dengan cara-cara politis.
• Peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah sering bertentangan antara satu peraturan dengan peraturan yang lainnya.
• Tidak ada ukuran yang obyektif untuk menilai suatu usaha atau hasil dari suatu usaha.
• Terjadinya berbagai bentuk penyelewengan dan salah urus.

UPAYA PEMERINTAH DALAM MENGATASI KRISIS EKONOMI

UPAYA PEMERINTAH DALAM MENGATASI KRISIS EKONOMI


Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil dengan baik dan tantangan yang menghadangnya cukup berat. Upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi adalah sebagai berikut.
Kebijakan ini adalah Pemotongan nilai uang (sanering). Caranya memotong semua uang yang bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya. Kebijakan ini dilakukan oleh Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada masa pemerintahan RIS. Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan SK Menteri Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950. Tujuannya untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp. 5,1 Miliar.
Dampaknya rakyat kecil tidak dirugikan karena yang memiliki uang Rp. 2,50 ke atas hanya orang-orang kelas menengah dan kelas atas. Dengan kebijakan ini dapat mengurangi jumlah uang yang beredar dan pemerintah mendapat kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan mendapat pinjaman sebesar Rp. 200 juta.
Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia untuk mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan pada masa Kabinet Natsir yang direncanakan oleh Sumitro Djojohadikusumo (menteri perdagangan). Program ini bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi Indonesia). Programnya adalah:
  • Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.
  • Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
  • Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan kredit.
  • Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju.
Gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan Program Gerakan Benteng dimulai pada April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Tetapi tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik meskipun beban keuangan pemerintah semakin besar. Kegagalan program ini disebabkan karena :
  • Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal.
  • Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.
  • Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.
  • Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
  • Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup mewah.
  • Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka peroleh.
Dampaknya adalah program ini menjadi salah satu sumber defisit keuangan. Beban defisit anggaran Belanja pada 1952 sebanyak 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun sebelumnya sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono memberikan bantuan kredit khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari golongan ekonomi lemah sehingga masih terdapat para pengusaha pribumi sebagai produsen yang dapat menghemat devisa dengan mengurangi volume impor.
Nasionalisasi De Javasche Bank
Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951 pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Awalnya terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian kredit harus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter. Tujuannya adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan secara drastis. Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal 15 Desember 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 1951.
Sistem Ekonomi Ali-Baba
Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (menteri perekonomian kabinet Ali I). Tujuan dari program ini adalah:
  • Untuk memajukan pengusaha pribumi.
  • Agar para pengusaha pribumi bekerjasama memajukan ekonomi nasional.
  • Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
  • Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan non pribumi.
Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba digambarkan sebagai pengusaha non pribumi khususnya Cina. Dengan pelaksanaan kebijakan Ali-Baba, pengusaha pribumi diwajibkan untuk memberikan latihan-latihan dan tanggung jawab kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf. Pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Pemerintah memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing yang ada. Program ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab:
  • Pengusaha pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi lebih berpengalaman dalam memperoleh bantuan kredit.
  • Indonesia menerapkan sistem Liberal sehingga lebih mengutamakan persaingan bebas.
  • Pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.
Persaingan Finansial Ekonomi (Finek)
Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap dikirim delegasi ke Jenewa untuk merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Misi ini dipimpin oleh Anak Agung Gde Agung. Pada tanggal 7 Januari 1956 dicapai kesepakatan rencana persetujuan Finek, yang berisi:
  • Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.
  • Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.
  • Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian lain antara kedua belah pihak.
Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia mengambil langkah secara sepihak. Tanggal 13 Februari 1956 Kabinet Burhanuddin Harahap melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak. Tujuannya untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda. Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Soekarno menandatangani undang-undang pembatalan KMB. Dampaknya adalah banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.
Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
Masa kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang silih berganti menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan terjadinya kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan.
Program yang dilaksanakan umumnya merupakan program jangka pendek, tetapi pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas biro ini merancang pembangunan jangka panjang. Ir. Juanda diangkat sebagai menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT diperkirakan 12,5 miliar rupiah.
RPLT tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan karena :
  • Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.
  • Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
  • Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.
Musyawarah Nasional Pembangunan
Masa kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah. Masalah tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musayawaraah Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan diadakan Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap saja rencana pembangunan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena:
  • Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.
  • Terjadi ketegangan politik yang tak dapat diredakan.
  • Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.

Hal ini membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta sehingga meningkatkan defisit Indonesia. Memuncaknya ketegangan politik Indonesia- Belanda menyangkut masalah Irian Barat mencapai konfrontasi bersenjata

SISTEM EKONOMI PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN

SISTEM EKONOMI PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN


Sistem Ekonomi Liberal
Sebagai negara yang baru merdeka, kehidupan ekonomi Indonesia masih sangat terbelakang. Upaya mengadakan pembangunan ekonomi untuk mengubah struktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan tersendat-sendat.
Terdapat empat faktor yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tersendat-sendat yaitu :
• Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan dengan adanya gerakan separatisme di berbagai daerah
• Terlalu sering berganti kabinet menyebabkan program-program kabinet yang telah dirancang tidak dapat dilaksanakan.
• Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor itu berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.
• Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memilki tenaga ahli dan dana yang diperlukan belum memadai.
Namun demikian, pemerintah telah mencoba upaya untuk memperbaiki ekonomi melalui langkah-langkah berikut ini :
a. Nasionalisasi De Javasche Bank
Dalam Keterangan Pemerintah tanggal 28 Mei 1951 di depan DPR, dikemukakan rencana Pemerintah mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Pada tanggal 19 Juni 1951, dibentuk Panitia Nasionalisasi De Javasche Bank. Tugas panitia tersebut adalah mengajukan usul mengenai nasionalisasi, rencana undang-undang nasionalisasi, serta merencanakan undang-undang yang baru mengenai Bank Sentral. Kemudian pemerintah mengangkat Mr. Syarifuddin Prawiranegara sebagai Presiden De Javasche Bankberdasarkan keputusan Presiden RI No. 123 tanggal 12 Juli 1951. Sebelumnya, pemerintah telah memberhentikan Dr. Houwink (WN Belanda) sebagai Presiden De Javasche Bank berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 122 tanggal 12 Juli 1951.
Pada tanggal 15 Desember 1951, diumumkan UU No. 24 tahun 1951 tentang Nasionalisasi De Javasche Bank N.V menjadi Bank Indonesia yang berfungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi. UU tersebut diperkuat lagi dengan dikeluarkannya UU No. 11 / 1953 dan Lembaran Negara No. 40.

Dengan UU dan Lembaran Negara tersebut dikeluarkan UU Pokok Bank Indonesia yang mulai berlaku tanggal 1 Juli 1953. Dengan dikeluarkan UU Pokok Bank Indonesia itu, semakin kukuhlah Bank Indonesia sebagai bank milik pemerintah RI.

b. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
Sumitro Djojohadikusumo berpendapat bahwa pembangunan ekonomi Indonesia pada hakekatnya adalah pembangunan ekonomi baru sehingga perlu mengubah struktur ekonomi dari sistem kolonial ke dalam sistem ekonomi nasional. Sumitro mencoba memprektikan pemikiran itu pada sektor perdagangan. Tujuannya untuk memberikan kesempatan kepada para pengusaha pribumi untuk berpartisipasi dalam membangun perekonomian nasional.
Program sistem ekonomi dari gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir, ketika ia menjabat sebagai Menteri Perdagangan. Program ekonomi Sumitro ini dikenal dengan Program Ekonomi Gerakan Benteng atau lebih populer dengan sebutan Program Benteng. Program Benteng dimulai pada bulan April 1950 dan berlangsung selama tiga tahun, yaitu pada tahun 1950 – 1953.
Akan tetapi, program tersebut tidak berhasil mencapai tujuan. Ketidak-berhasilan itu disebabkan para pengusaha pribumi terlalu tergantung pada pemerintah. Mereka kurang bisa mandiri untuk mengembangkannya usahanya.
Ketika Mr. Iskaq Tjokroadisuryo menjabat sebagai Menteri Perekonomian di bawah Kabinet Ali, ia melanjutkan upaya-upaya untuk mengangkat peran para pengusaha pribumi. Belajar dari kegagalan sebelumnya, maka pada masa Kabinet Ali I dikeluarkan model baru yang dikenal dengan sebutan Sistem Ali-Baba, yakni kerja sama antar pengusaha pribumi (Ali) dengan pengusaha nonpribumi (Baba). Ide ini pun mengalami kegagalan karena pengusaha nonpribumi lebih berpengalaman dibandingkan pengusaha pribumi.
c. Gunting Syarifuddin
Gunting Syarifuddin dikeluarkan pada tanggal 20 Maret 1950. Syarifuddin adalah seorang Menteri Keuangan pada saat itu. Disebut Gunting Syarifuddin karena peraturan itu mengharuskan pemotongan semua uang kertas yang bernilai Rp 2,50 ke atas menjadi dua sehingga nilainya tinggal setengah. Melalui kebijakan itu, pemerintah berhasil mengumpulkan pinjaman wajib dari rakyat sebesar Rp 1,6 Milyar. Disamping itu, pemerintah juga mengurangi jumlah uang yang beredar.

Kehidupan ekonomi masa Demokrasi Terpimpin


Kehidupan ekonomi masa Demokrasi Terpimpin


Kehidupan ekonomi masa Demokrasi Terpimpin. Pada masa Demokrasi Terpimpin keadaan ekonomi dan keuangan Indonesia mengalami masa suram. Untuk menanggulangi keadaan ekonomi tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan di bidang ekonomi dan keuangan.
Pembentukan Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas)
Untuk melaksanakan pembangunan ekonomi, di bawah Kabinet Karya dibentuk Dewan Perancang Nasional (Depernas) pada tanggal 15 Agustus 1959. Depernas dipimpin oleh Muh. Yamin dengan anggota berjumlah 50 orang.
Tentang pembentukan Depernas tersebut tertuang dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1958 dan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1958. Tugas Depernas adalah menyiapkan rancangan undang-undang pembangunan nasional dan menilai penyelenggaraan pembangunan.

Hasil yang dicapai Depernas dalam waktu satu tahun berhasil menyusun Rancangan Dasar Undang-Undang Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan tahun 1961 - 1969 yang disetujui oleh MPRS dengan Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960.
Tugas Bappenas
Pada tahun 1963, Depernas dibanti nama menjadi Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dipimpin oleh Presiden Soekarno. Adapun tugas Bappenas adalah sebagai berikut :
  1. Menyusun rencana pembangunan jangka panjang dan jangka pendek.
  2. Mengawasi pelaksanaan pembangunan.
  3. Menilai kerja mandataris MPRS.
Penurunan nilai uang (Devaluasi)
Tujuan dilakukan devaluasi adalah untuk membendung inflasi yang tetap tinggi, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, dan meningkatkan nilai rupiah, sehingga rakyat kecil tidak dirugikan. Untuk membendung inflasi dan mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, pada tanggal 25 Agustus 1950 pemerintah mengumumkan penurunan nilai uang (devaluasi) sebagai berikut :
  1. Uang kertas pecahan bernilai Rp 500,00 menjadi Rp 50,00.
  2. Uang kertas pecahan bernilai Rp 1.000,00 menjadi Rp 100,00
  3. Semua simpanan di bank yang melebihi Rp 25.000,00 dibekukan.
Namun, usaha pemerintah tersebut tidak mampu mengatasi kemerosotan ekonomi, terutama perbaikan dalam bidang moneter.
Deklarasi Ekonomi (Dekon)
Untuk mengatasi keadaan ekonomi yang semakin suram, maka pada tanggal 28 Maret 1963 dikeluarkan landasan baru bagi perbaikan ekonomi secara menyeluruh, yaitu deklarasi ekonomi atau disingkat dekon.
Tujuan dibentuk dekon adalah untuk menciptakan ekonomi yang bersifat nasional, demokratis, dan bebas dari sisa-sisa imperialisme untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin.
Namun, dalam pelaksanaannya, dekon tidak mempu mengatasi kesulitan ekonomi dan masalah inflasi, dekon justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem statisme.
Artinya, masalah perekonomian diatur atau dipegang oleh pemerintah, sedangkan prinsip-prinsip dasar ekonomi banyak diabaikan.

Akibatnya, defisit dari tahun ke tahun semakin meningkat menjadi 40 kali lipat. Defisit yang semakin meningkat tersebut dengan pencetakan uang baru tanpa perhitungan yang matang, sehingga menambah berat beban inflasi.
Dalam rangka pelaksanaan ekonomi terpimpin, pada tanggal 11 Mei 1965, Presiden Soekarno mengeluarkan Penetapan Presiden No. 8 Tahun 1965 tentang Bank Tunggal Miliki Negara. Bank tersebut kedudukannya di bawah urusan menteri bank sentral. Bank-bank pemerintah menjadi unit-unit dari Bank Negara Indonesia.
Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah untuk memperbarui ekonomi tersebut ternyata mengalami kegagalan. Adapun faktor penyebabnya adalah sebagai berikut :

  1. Penanganan masalah ekonomi tidak rasional.
  2. Ekonomi lebih bersifat politik dan tidak ada kontrol.
  3. Pengeluaran negara cukup besar.
  4. Devisa yang semakin meningkat ditutup dengan pencetakan uang baru yang menyebabkan inflasi semakin membumbung tinggi.
  5. Struktur ekonomi menjurus ke ekonomi etatisme (semuanya diatur dan dipegang oleh negara)

Perkembangan Kehidupan Politik Masa Demokrasi Terpimpin

Perkembangan Kehidupan Politik Masa Demokrasi Terpimpin 


    Demokrasi adalah bentuk atau sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat atas Negara untuk dijalankan oleh pemerintahan tesebut. Di Indonesia pada masa pemerintahan Orde Lama pernah menggunakan model pemerintahan Demokrasi Parlementer. Akan tetapi, Demokrasi Parlementer ini gagal dalammengatasi permasalahan yang dihadapi pada masa awala kemerdekaan, maka Orde Lama kemudian beralih ke Demokrasi Terpimpin. Sistem ini diterapakan pada masa kedua jabatan Soekarno pada tahun 1959 sampai 1966. Demokrasi Terpimpin adalah sebuah pemerintahan demokrasi dengan meningkatkan otokrasi.Dalam system demokrasi ini, seluruh keputusan berpusat pada pemimpin Negara yaitu Presiden Soekarno.Konsep ini pertama kali diumumkan oleh Presiden dalam pembukaan Sidang Konstituante pada tanggal 10 November 1956.        Demokrasi Terpimpin memiliki ciri-ciri sebagai berikut :[1] 1. Dominasi Presiden. Presiden Soekarno berperan besar dalam penyelenggaraan pemerintahan. 2. Terbatasnya peran partai politik. 3. Meluasnya peran militer sebagai unsur politik. 4. Berkembangnya pengaruh Partai Komunis Indonesia Pada Pemilihan Umum 1955 terjadi ketegangan-ketegangan yang membuat situasi politik Indonesia tidaka menentu. Selain itu, penyebab lainnya karena kegagalan Dewan Konstituante yang mengalami kebuntuan dalam menyusun konstitusi baru.Menurut pengamatan Soekarno, Demokrasi Liberal tidak semakin mendorong Inddonesia menjadi masyarakat adil dan makmur.Oleh sebab itu, Presiden Soekarno kemudian memandang memberlakukan Demokrasi Terpimpin. Adapun pokok-pokok Demokraasi Terpimpin yang diungkapkan Presiden Soekarno kepada konstituante tanggal 22 April 1959 antara lain : [2] 1) Demokrasi Terpimpin bukanlah diktator 2) Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang cocok dengan kepribadian dan dasar hidup bangsa Indonesia. 3) Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi di segala soal kenegaraan dan kemasyarakatan yang meliputi bidang politik, ekonomi, dan sosial. 4) Inti daripada pimpinan dalam Demokrasi Terpimpin adalah permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. 5) Oposisi dalam arti melahirkan pendapat yang sejati dan yang membangun diharuskan dalam Demokrasi Terpimpin Dari pokok pikiran di atas, dapat dilihat bahwa tidak ada yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.Namun , dalam prakteknya pokok-pokok yang disampaikan tidak direalisasikan sebagaimanana mestinya, sehingga terjadi penyelewengan terhadap nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Penyebab penyelewengan tersebut, selain terletak pada Presiden, juga karena kelemahan legislatif sebagai pengontrol eksekutif.Serta situasi sosial politik yang tidak menentu saat itu. Dengan diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, ternyata UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen.UUD 1945 hanya menjadi dasar hokum konstitusional.Penyelenggaraan pemerintah hanya menjadi slogan kosong belaka.Dalam Undang-Undang Dasar telah dijelaskan bahwa presiden berada dibawah MPR.Namun, MPRS tunduk kepada presiden.Presiden memutuskan sesuatu yang seuntuk terus bekerja berdasarkan UUD 1945. Setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, kabinet Juanda menyerahkan mandat kepemimpinan kepada Presiden Soekarno melalui kepemimpinan kepada Presiden Soekarno melalui pemberlakuan kembali Proklamasi dan Undang-Undang Dasar 1945.Presiden langsung memimpin pemerintahan.Bahkan bukan sajasebagai kepala Negara, tetapi juka kepala pemerintahan yang membentuk kabinet dan menteri-menterinya tanpa terikat kepada partai politik. Demokrasi Terpimpin diberlakukan di Indonesia sebagai usaha untuk mencari jalan keluar kebuntuan politik melalui pembentukan kepemimpinan personal yang kuat.Meskipun UUD 1945 memberi peluang seorang presiden untuk memimpin pemerintahan selama 5 tahun, ketetapan MPRS No.III/1963 mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Dengan adanya ketetapan MPRS ini, secara otomotis telah membatalkan pembatasan waktu lima tahun sebagaimana ketetapan UUD 1945.[3] Kepemimpinan tanpa batas ini terbukti melahirkan tindakan dan kebijakan yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan UUD 1945.Misalnya, pada tahun 1960, Presiden Soekarno membubarkan DPR hasil pemilihan umum.Padahal, dalam penjelasan UUD 1945, secara eksplisit ditentukan bahwa presiden tidak memiliki wewenang untuk berbuat demikian. Dengan kata lain, sejak diberlakukan Dekrit Presiden 1959, telah terjadi penyimpangan konstitusi. Dengan demikian, penyimpangan yang terjadi pada Demokrasi Terpimpin adalah pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi, yakni lahirnya absolutism dan terpusatnya kekuasaan pada diri p emimpin. Pada saat yang sama, hilanglah control sosial dakeseimbangan dari legislatif terhadap eksekutif. Adapun penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dari UUD 1945 adalah sebagai berikut :[4] 1) Kedudukan Presiden Berdasarkan UUD 1945 Kedudukan presiden berada di bawah MPR.Namun, kenyataannya nertentangan dengan UUD 1945.Sebab.MPRS tunduk kepada presiden dan presiden menetukan sesuatu yang diputuskan oleh MPRS. 2) Pembentukan MPRS Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden NO.2 Tahun 1959.Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi Negara harus melalui pemilihan umum.Anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh presiden dengan syarat setuju kembali kepada UUD 1945, setia kepada perjuangan Republik Indonesia, dan setuju pada manifesto politik. 3) Pembubaran DPR dan Pembentukan DPR-GR Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955 diberlakukan karena DPR menolak RAPBN tahun 1960 yang diajukan pemerintah. Presiden selanjutnya menyatakan pembubaran DPR.Sebagai gantinya, presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR).Semua anggotanya ditunjuk oleh presiden dan peraturan DPR-GR juga ditentukan presiden.Sehingga, DPR_GR harus mengikuti kehendak serta kebijakan pemerintah. 4) Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.3 tahun 1959.Lembaga ini diketuai oleh presiden. Keanggotaaan DPAS terdiri atas 1 orang wakil ketua, 12 orang wakil partai politik, 8 orang utusan daerah, dan 24 orang wakil golongan. Tugas DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul pemerintah.Pelaksanaannya, kedudukan DPAS juga berada di bawah pemerintah/presiden. 5) Pembentukan Front Nasional Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No. 13 Tahun 1959. Front Nasional merupakan organisasi massa yang bertujuan untuk menyatukan segala bentuk potensi nasional menjadi kekuatan untuk menyukseskan pembangunan. 6) Pembentukan Kabinet Kerja Tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk Kabinet Kerja.Sebagai wakil presiden diangkatlah Ir. Juanda.Hingga tahun 1964, Kabinet Kerja mengalami tiga kali perombakan.Kabinet ini bertujuan mencukupi kebutuhan sandang, pangan, dan menciptakan keamanan Negara. 7) Keterlibatan PKI dalam Ajaran NASAKOM Karena adanya perbedaan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara yang mengancam persatuan di Indonesia, maka pemerintah mengambil langkah untuk menyamakan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara dengan menyampaikan ajaran NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis).NASAKOM merupakan cerminan paham berbagai golongan dalam masyarakat. Presiden Soekarno yakin bahwa dengan menerima dan melaksanakan NASAKOM maka persatuan Indonesia akan terwujud. 8) Angkatan Bersenjata Republik Indonesia TNI dan Polri disatukan menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri atas empat angkatan, yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian.Masing-masing angkatan dipimpin oleh Menteri Panglima Angkatan yang kedudukannya berada di bawah presiden.ABRI menjadi salah satu golongan fungsional dan kekuatan sosial poltik Indonesia. Akhir dari pemerintahan Demokrasi terpimpin ini setelah dikeluarkannya Supersemar (Surat Perintah 11 Maret).Surat ini berisi perintah kepada Soeharto selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib), untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu.Inilah penyebab runtuhnya pemerintahan Orde Baru pada tahun 1966, maka Indonesia berada di bawah kekuasaan rezim yang baru, yakni rezim Orde Baru Soeharto

Make Google view image button visible again: https://goo.gl/DYGbub
Demokrasi adalah bentuk atau sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat atas Negara untuk dijalankan oleh pemerintahan tesebut. Di Indonesia pada masa pemerintahan Orde Lama pernah menggunakan model pemerintahan Demokrasi Parlementer. Akan tetapi, Demokrasi Parlementer ini gagal dalammengatasi permasalahan yang dihadapi pada masa awala kemerdekaan, maka Orde Lama kemudian beralih ke Demokrasi Terpimpin. Sistem ini diterapakan pada masa kedua jabatan Soekarno pada tahun 1959 sampai 1966. Demokrasi Terpimpin adalah sebuah pemerintahan demokrasi dengan meningkatkan otokrasi.Dalam system demokrasi ini, seluruh keputusan berpusat pada pemimpin Negara yaitu Presiden Soekarno.Konsep ini pertama kali diumumkan oleh Presiden dalam pembukaan Sidang Konstituante pada tanggal 10 November 1956. Demokrasi Terpimpin memiliki ciri-ciri sebagai berikut :[1] 1. Dominasi Presiden. Presiden Soekarno berperan besar dalam penyelenggaraan pemerintahan. 2. Terbatasnya peran partai politik. 3. Meluasnya peran militer sebagai unsur politik. 4. Berkembangnya pengaruh Partai Komunis Indonesia Pada Pemilihan Umum 1955 terjadi ketegangan-ketegangan yang membuat situasi politik Indonesia tidaka menentu. Selain itu, penyebab lainnya karena kegagalan Dewan Konstituante yang mengalami kebuntuan dalam menyusun konstitusi baru.Menurut pengamatan Soekarno, Demokrasi Liberal tidak semakin mendorong Inddonesia menjadi masyarakat adil dan makmur.Oleh sebab itu, Presiden Soekarno kemudian memandang memberlakukan Demokrasi Terpimpin. Adapun pokok-pokok Demokraasi Terpimpin yang diungkapkan Presiden Soekarno kepada konstituante tanggal 22 April 1959 antara lain : [2] 1) Demokrasi Terpimpin bukanlah diktator 2) Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang cocok dengan kepribadian dan dasar hidup bangsa Indonesia. 3) Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi di segala soal kenegaraan dan kemasyarakatan yang meliputi bidang politik, ekonomi, dan sosial. 4) Inti daripada pimpinan dalam Demokrasi Terpimpin adalah permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. 5) Oposisi dalam arti melahirkan pendapat yang sejati dan yang membangun diharuskan dalam Demokrasi Terpimpin Dari pokok pikiran di atas, dapat dilihat bahwa tidak ada yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.Namun , dalam prakteknya pokok-pokok yang disampaikan tidak direalisasikan sebagaimanana mestinya, sehingga terjadi penyelewengan terhadap nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Penyebab penyelewengan tersebut, selain terletak pada Presiden, juga karena kelemahan legislatif sebagai pengontrol eksekutif.Serta situasi sosial politik yang tidak menentu saat itu. Dengan diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, ternyata UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen.UUD 1945 hanya menjadi dasar hokum konstitusional.Penyelenggaraan pemerintah hanya menjadi slogan kosong belaka.Dalam Undang-Undang Dasar telah dijelaskan bahwa presiden berada dibawah MPR.Namun, MPRS tunduk kepada presiden.Presiden memutuskan sesuatu yang seuntuk terus bekerja berdasarkan UUD 1945. Setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, kabinet Juanda menyerahkan mandat kepemimpinan kepada Presiden Soekarno melalui kepemimpinan kepada Presiden Soekarno melalui pemberlakuan kembali Proklamasi dan Undang-Undang Dasar 1945.Presiden langsung memimpin pemerintahan.Bahkan bukan sajasebagai kepala Negara, tetapi juka kepala pemerintahan yang membentuk kabinet dan menteri-menterinya tanpa terikat kepada partai politik. Demokrasi Terpimpin diberlakukan di Indonesia sebagai usaha untuk mencari jalan keluar kebuntuan politik melalui pembentukan kepemimpinan personal yang kuat.Meskipun UUD 1945 memberi peluang seorang presiden untuk memimpin pemerintahan selama 5 tahun, ketetapan MPRS No.III/1963 mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Dengan adanya ketetapan MPRS ini, secara otomotis telah membatalkan pembatasan waktu lima tahun sebagaimana ketetapan UUD 1945.[3] Kepemimpinan tanpa batas ini terbukti melahirkan tindakan dan kebijakan yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan UUD 1945.Misalnya, pada tahun 1960, Presiden Soekarno membubarkan DPR hasil pemilihan umum.Padahal, dalam penjelasan UUD 1945, secara eksplisit ditentukan bahwa presiden tidak memiliki wewenang untuk berbuat demikian. Dengan kata lain, sejak diberlakukan Dekrit Presiden 1959, telah terjadi penyimpangan konstitusi. Dengan demikian, penyimpangan yang terjadi pada Demokrasi Terpimpin adalah pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi, yakni lahirnya absolutism dan terpusatnya kekuasaan pada diri p emimpin. Pada saat yang sama, hilanglah control sosial dakeseimbangan dari legislatif terhadap eksekutif. Adapun penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dari UUD 1945 adalah sebagai berikut :[4] 1) Kedudukan Presiden Berdasarkan UUD 1945 Kedudukan presiden berada di bawah MPR.Namun, kenyataannya nertentangan dengan UUD 1945.Sebab.MPRS tunduk kepada presiden dan presiden menetukan sesuatu yang diputuskan oleh MPRS. 2) Pembentukan MPRS Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden NO.2 Tahun 1959.Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi Negara harus melalui pemilihan umum.Anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh presiden dengan syarat setuju kembali kepada UUD 1945, setia kepada perjuangan Republik Indonesia, dan setuju pada manifesto politik. 3) Pembubaran DPR dan Pembentukan DPR-GR Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955 diberlakukan karena DPR menolak RAPBN tahun 1960 yang diajukan pemerintah. Presiden selanjutnya menyatakan pembubaran DPR.Sebagai gantinya, presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR).Semua anggotanya ditunjuk oleh presiden dan peraturan DPR-GR juga ditentukan presiden.Sehingga, DPR_GR harus mengikuti kehendak serta kebijakan pemerintah. 4) Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.3 tahun 1959.Lembaga ini diketuai oleh presiden. Keanggotaaan DPAS terdiri atas 1 orang wakil ketua, 12 orang wakil partai politik, 8 orang utusan daerah, dan 24 orang wakil golongan. Tugas DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul pemerintah.Pelaksanaannya, kedudukan DPAS juga berada di bawah pemerintah/presiden. 5) Pembentukan Front Nasional Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No. 13 Tahun 1959. Front Nasional merupakan organisasi massa yang bertujuan untuk menyatukan segala bentuk potensi nasional menjadi kekuatan untuk menyukseskan pembangunan. 6) Pembentukan Kabinet Kerja Tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk Kabinet Kerja.Sebagai wakil presiden diangkatlah Ir. Juanda.Hingga tahun 1964, Kabinet Kerja mengalami tiga kali perombakan.Kabinet ini bertujuan mencukupi kebutuhan sandang, pangan, dan menciptakan keamanan Negara. 7) Keterlibatan PKI dalam Ajaran NASAKOM Karena adanya perbedaan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara yang mengancam persatuan di Indonesia, maka pemerintah mengambil langkah untuk menyamakan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara dengan menyampaikan ajaran NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis).NASAKOM merupakan cerminan paham berbagai golongan dalam masyarakat. Presiden Soekarno yakin bahwa dengan menerima dan melaksanakan NASAKOM maka persatuan Indonesia akan terwujud. 8) Angkatan Bersenjata Republik Indonesia TNI dan Polri disatukan menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri atas empat angkatan, yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian.Masing-masing angkatan dipimpin oleh Menteri Panglima Angkatan yang kedudukannya berada di bawah presiden.ABRI menjadi salah satu golongan fungsional dan kekuatan sosial poltik Indonesia. Akhir dari pemerintahan Demokrasi terpimpin ini setelah dikeluarkannya Supersemar (Surat Perintah 11 Maret).Surat ini berisi perintah kepada Soeharto selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib), untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu.Inilah penyebab runtuhnya pemerintahan Orde Baru pada tahun 1966, maka Indonesia berada di bawah kekuasaan rezim yang baru, yakni rezim Orde Baru Soeharto

Make Google view image button visible again: https://goo.gl/DYGbub