Perkembangan Ekonomi Masa Demokrasi Terpimpin
Sejak diberlakukannya kembali UUD 1945, dimulailah pelaksanaan ekonomi
terpimpin, sebagai awal berlakunya herorderingekonomi. Dimana alat-alat
produksi dan distribusi yang vital harus dimiliki dan dikuasai oleh
negara atau minimal di bawah pengawasan negara. Dengan demikian peranan
pemerintah dalam kebijakan dan kehidupan ekonomi nasional makin
menonjol. Pengaturan ekonomi berjalan dengan sistem komando. Sikap dan
kemandirian ekonomi (berdikari) menjadi dasar bagi kebijakan ekonomi.
Masalah pemilikan aset nasional oleh negara dan fungsi-fungsi politiknya
ditempatkan sebagai masalah strategis nasional.
Kondisi ekonomi dan keuangan yang ditinggalkan dari masa demokrasi
liberal berusaha diperbaiki oleh Presiden Soekarno. Beberapa langkah
yang dilakukannya antara lain membentuk Dewan Perancang Nasional
(Depernas) dan melakukan sanering mata uang kertas yang nilai nominalnya
Rp500 dan Rp1000 masing-masing nilainya diturunkan menjadi 10%
saja.Depernas disusun di bawah Kabinet Karya pada tanggal 15 Agustus
1959 yang dipimpin oleh Mohammad Yamin dengan beranggotakan 80 orang.
Tugas dewan ini menyusun overall planningyang meliputi bidang ekonomi,
kultural dan mental. Pada tanggal 17 Agustus 1959 Presiden Soekarno
memberikan pedoman kerja bagi Depernas yang tugas utamanya memberikan
isi kepada proklamasi melalui grand strategy,yaitu perencanaan
overalldan hubungan pembangunan dengan demokrasi terpimpin dan ekonomi
terpimpin.
Depernas kemudian menyusun program kerjanya berupa pola pembangunan
nasional yang disebut sebagai Pola Pembangunan Semesta Berencana dengan
mempertimbangkan faktor pembiayaan dan waktu pelaksanaan pembangunan.
Perencanaan ini meliputi perencanaan segala segi pembangunan jasmaniah,
rohaniah, teknik, mental, etis dan spiritual berdasarkan norma-norma dan
nilai-nilai yang tersimpul dalam alam adil dan makmur. Pola Pembangunan
Semesta dan Berencana terdiri atas Blueprint tripola, yang meliputi
pola proyek pembangunan, pola penjelasan pembangunan dan pola pembiayaan
pembangunan.
Pola Proyek Pembangunan Nasional Semesta Berencana tahap pertama dibuat
untuk tahun 1961-1969, proyek ini disingkat dengan Penasbede. Penasbede
ini kemudian disetujui oleh MPRS melalui Tap MPRS No. I/MPRS/1960
tanggal 26 Juli 1960 dan diresmikan pelaksanaanya oleh Presiden Soekarno
pada tanggal 1 Januari 1961.
Depernas pada tahun 1963 diganti dengan Badan Perancangan Pembangunan
Nasional (Bappenas) yang dipimpin langsung oleh Presiden Soekarno
sendiri. Tugas Bappenas ialah menyusun rancangan pembangunan jangka
panjang dan jangka pendek, baik nasional maupun daerah, serta mengawasi
laporan pelaksanaan pembangunan, dan menyiapkan dan menilai Mandataris
untuk MPRS.
Kebijakan sanering yang dilakukan pemerintah berdasarkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 2/1959 yang berlaku tanggal 25
Agustus 1959 pukul 06.00 pagi. Peraturan ini bertujuan mengurangi
banyaknya uang yang beredar untuk kepentingan perbaikan keuangan dan
perekonomian negara. Untuk mencapai tujuan itu uang kertas pecahan Rp500
dan Rp1000 yang ada dalam peredaran pada saat berlakunya peraturan itu
diturunkan nilainya menjadi Rp50 dan Rp100. Kebijakan ini diikuti dengan
kebijakan pembekuan sebagian simpanan pada bank-bank yang nilainya di
atas Rp25.000 dengan tujuan untuk mengurangi jumlah uang yang beredar.
Kebijakan keuangan kemudian diakhiri dengan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang No. 6/1959 yang isi pokoknya ialah ketentuan
bahwa bagian uang lembaran Rp1000 dan Rp500 yang masih berlaku harus
ditukar dengan uang kertas bank baru yang bernilai Rp100 dan Rp50
sebelum tanggal 1 Januari 1960.
Setelah keamanan nasional berhasil dipulihkan, kasus DI Jawa Barat dan
pembebasan Irian Barat, pemerintah mulai memikirkan penderitaan
rakyatnya dengan melakukan rehabilitasi ekonomi. Konsep rehabilitasi
ekonomi disusun oleh tim yang dipimpin oleh Menteri Pertama Ir Djuanda
dan hasilnya dikenal dengan sebutan Konsep Djuanda. Namun konsep ini
mati sebelum lahir karena mendapat kritikan yang tajam dari PKI karena
dianggap bekerja sama dengan negara revisionis, Amerika Serikat dan
Yugoslavia.
Upaya perbaikan ekonomi lain yang dilakukan pemerintah adalah membentuk
Panitia 13. Anggota panitia ini bukan hanya para ahli ekonomi, namun
juga melibatkan para pimpinan partai politik, anggota Musyawarah
Pembantu Pimpinan Revolusi (MPPR), pimpinan DPR, DPA. Panitia ini
menghasilkan konsep yang kemudian disebut Deklarasi Ekonomi (Dekon)
sebagai strategi dasar ekonomi Indonesia dalam rangka pelaksanaan
Ekonomi Terpimpin.
Strategi Ekonomi Terpimpin dalam Dekon terdiri dari beberapa tahap;
Tahapan pertama, harus menciptakan suasana ekonomi yang bersifat
nasional demokratis yang bersih dari sisa-sisa imperialisme dan
kolonialisme. Tahapan ini merupakan persiapan menuju tahapan kedua yaitu
tahap ekonomi sosialis. Beberapa peraturannya merupakan upaya
mewujudkan stabilitas ekonomi nasional dengan menarik modal luar negeri
serta merasionalkan ongkos produksi dan menghentikan subsidi.
Peraturan pelaksanaan Dekon tidak terlepas dari campur tangan politik
yang memberi tafsir sendiri terhadap Dekon. PKI termasuk partai yang
menolak melaksanakan Dekon, padahal Aidit terlibat di dalam
penyusunannya, selama yang melaksanakannya bukan orang PKI. Empat belas
peraturan pemerintah yang sudah ditetapkan dihantam habis-habisan oleh
PKI. Djuanda dituduh PKI telah menyerah kepada kaum imperialis.Presiden
Soekarno akhirnya menunda pelaksanaan peraturan pemerintah tersebut pada
bulan September 1963 dengan alasan sedang berkonsentrasi pada
konfrontasi dengan Malaysia.
Kondisi ekonomi semakin memburuk karena anggaran belanja negara setiap
tahunnya terus meningkat tanpa diimbangi dengan pendapatan negara yang
memadai. Salah satu penyebab membengkaknya anggaran belanja tersebut
adalah pembangunan proyek-proyek mercusuar, yang lebih bersifat politis
dari pada ekonomi, misalnya pembangunan Monumen Nasional (Monas),
pertokoan Sarinah, dan kompleks olahraga Senayan yang dipersiapkan untuk
Asian Games IV dan Games Of the New Emerging Forces (Ganefo).
Kondisi perekonomian yang sangat merosot mendorong pemerintah berusaha
mendapatkan devisa kredit (kredit impor) jangka panjang yang harus
dibayar kembali setelah satu atau dua tahun. Menteri Bank Sentral Yusuf
Muda dalam memanfaatkan devisa kredit ini sebagai deferedpaymentkhusus
untuk menghimpun dan menggunakan dana revolusi dengan cara melakukan
pungutan terhadap perusahaan atau perseorangan yang memperoleh fasilitas
kredit antara Rp250 juta sampai Rp 1 milyar. Perusahaan atau
perseorangan itu harus membayar dengan valuta asing dalam jumlah yang
sudah ditetapkan. Walaupun cadangan devisa menipis, Presiden Soekarno
tetap pada pendiriannya untuk menghimpun dana revolusi, karena dana ini
digunakan untuk membiayai proyek-proyek yang bersifat prestise politik
atau mercusuar, dengan mengorbankan ekonomi dalam negeri.
Dampak dari kebijakan tersebut ekonomi semakin semrawut dan kenaikan
barang mencapai 200-300% pada tahun 1965 sehingga pemerintah
mengeluarkan kebijakan bahwa pecahan mata uang Rp1000 (uang lama)
diganti dengan Rp1 (uang baru). Tindakan penggantian uang lama dengan
uang baru diikuti dengan pengumuman kenaikan harga bahan bakar yang
mengakibatkan reaksi penolakan masyarakat. Hal inilah yang kemudian
menyebabkan mahasiswa dan masyarakat turun ke jalan menyuarakan
aksi-aksi Tri Tuntutan Rakyat (Tritura).
KESIMPULAN
- Dinamika politik yang terjadi pada masa Demokrasi Terpimpin antara lain diwarnai dengan tampilnya dua kekuatan politik di Indonesia yang saling bersaing, yaitu PKI dengan Angkatan Darat.
- Pada masa Demokrasi Terpimpin pula, Indonesia melakukan operasi militer untuk membebaskan Papua dari penjajahan Belanda (Trikora). Selain itu, konfrontasi dengan Malaysia juga terjadi (Dwikora).
- Kebijakan ekonomi yang dilakukan pada masa ini antara lain berupa pembentukan Dewan Perancang Nasional dan Deklarasi Ekonomi, serta dilakukan Devaluasi Mata Uang. Proyek Mercusuar berupa pembangunan Monas, kompleks olahraga Senayan, Pemukiman Kebayoran juga berlangsung.